Blogger Tricks

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

About Me

Foto Saya
Elsa Febriani
Lihat profil lengkapku

Senin, 25 November 2013

Guruku adalah Tukang Tambal Ban

Ilustrasi. (Foto: Dede Kurniawan/Okezone)

KITA semua pasti pernah belajar. Siapa yang mengajari kita? Ya, pastinya sosok yang berperan menjadi guru. Mereka bisa saja sosok yang lebih tua dari kita, sebaya, atau jauh lebih muda dari kita.

Guru adalah mereka yang menumpahkan tetesan embun ke dalam benak kita, sehingga kerasnya pikiran untuk memahami sesuatu, sedikit demi sedikit menjadi luntur, dan kita bisa mengerti akan suatu ilmu. Dalam kehidupan ini terdapat dua model guru yaitu guru konvensional dan guru kehidupan.

Guru konvensional adalah guru yang lebih besar dari separuh nafasnya mengajar dalam sebuah ruangan, dimana ia harus bangun pagi hari dan bergegas, ketika matahari mulai menampakkan wujudnya di setiap hari baru, untuk datang menuju kelas-kelas.

Ia menerangkan suatu ilmu dengan materi yang sudah dipahami sebelumnya. Menyampaikan dengan cara-cara uniknya, agar sang murid mengerti apa yang disampaikan olehnya. Dan dengan hasil jerih payahnya ia mendapatkan balasan yang layak diterimanya di setiap awal bulan.

Sementara itu, ada sosok manusia yang berperan sebagai guru kehidupan. Ia datang dan pergi tanpa kita sadari. Jarang sekali jadwal tetap di mana kita bisa berguru dengannya. Jadwalnya seringkali mendadak, tiba-tiba, bahkan temporer. Selain orangtua kita, yang kita akui dalam kesehariannya adalah guru pertama dalam mengajarkan kita cara merangkak, berbicara, bejalan, berlari, dan sebagainya.

Tentu sosok itu sudah pasti dan tak akan pernah lepas dari anggapan guru kehidupan bagi kita. Namun ada sosok lain yang dapat dianggap sebagai guru kehidupan, yaitu yang memiliki salah satu ciri dari intangible value.

Menurut Guru Besar FEUI, Rhenald Khasali, seorang guru harus memiliki intangible value. Lawan dari tangible value. Menurutnya, seringkali guru saat ini lupa arah kenapa dia harus berperan menjadi guru dihadapan murid-muridnya di kelas maupun di tempat-tempat lainnya. Salah satu arah yang 'nyasar' adalah berperan sebagai pengajar murni dan hanya sekedar mencari keuntungan secara materi saja, sehingga seringkali mengabaikan nilai-nilai lain yang harus dipegang sebagai manusia yang layak digugu dan ditiru.

Rhenald menambahkan, Intagible value yang dimaksud adalah integritas, kejujuran, cerdas, terbuka. Semua ini terkait dengan sikap yang harus dimiliki oleh sang guru. Sikap yang murni dapat dipersepsikan bagi yang melihatnya secara langsung. Tentang sebuah kejujuran, ketekunan, semangat pengabdian tanpa pamrih.

Tanpa menafikan kerja keras dan tulus guru konvensional lainnya, peran guru dalam menopang pendidikan sebagai pilar kemajuan bangsa, harus terus dikembangkan. Mereka tak hanya diharapkan dapat menyampaikan materi atau bahan ajar saja ke dalam benak-benak anak murid, melainkan mereka juga dapat memperlihatkan sikap-sikap intangible, yang dapat dilihat oleh mata, namun tak bisa dipegang secara langsung wujudnya. Sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan tangible value. Yang dapat dipegang, dilihat dan dirasakan dalam waktu bersamaan. Contohnya materi dan sebagainya.

Hal yang demikian saya tangkap dari perilaku seorang tukang tambal ban. Siapa yang sangka, tukang ban bisa juga berperan sebagai seorang guru kehidupan yang baik. Meskipun ia tidak berbicara apa-apa kepada saya waktu itu, tapi dari cara bekerja dan cara menyelamatkan ban yang rusak dengan cara-cara yang elegan, ia membuat diriku sadar bahwa ia sedang mengajarkan arti pengabdian yang luas.

Ia membenarkan ban yang bocor tersebut dengan rapih dan terlihat bersemangat. Seolah-olah ban tersebut adalah miliknya pribadi. Tak hanya itu, sebagai seorang tukang tambal ban yang notabene bertanggung jawab dalam membenarkan ban yang rusak, akan tetapi dia mau membersihkan jari-jari roda tersebut sampai warna stainless-nya terlihat jelas, bersih dan super kinclong.

Sungguh hal yang sangat sederhana dan sepele. Seorang tukang tambal ban, yang sering dianggap kurang lama dalam bangku pendidikan, dapat memperlihatkan pada kita, bahwa dalam melakukan kebaikan dan perbaikan tak harus memilih-milih. Ini adalah tanggung jawab kita, dan kerusakan lain yang bukan tanggung jawab kita. Seringkali mengabaikan, main hitung-hitungan dan sebagainya.

Di sini lah intangible value yang ditunjukkan oleh tukang tambal ban. Seorang guru kehidupan yang mengajarkan kita untuk melakukan sesuatu yang kita sadar, kita bisa, dan siapa lagi kalau bukan kita, yang harus berkontribusi positif dengan penuh keikhlasan.

Semoga di 2013 ini, guru-guru konvensional kita, tak hanya berperan sebagai guru konvensional saja, melainkan mereka dapat berperan sebagai guru kehidupan pula, demi pengabdian pada bangsa ini. Selamat hari guru nasional 2013, Senin, 25 November 2013. Semoga guru-guru Indonesia terus berjaya dan selalu dimudahkan segala keinginannya.

Terima kasih guru-guruku
Terima kasih buat semuanya
Aku akan selalu belajar darimu wahai guru
Tak memandang engkau siapa
Dan semua orang di dunia ini adalah guru bagiku
Karena setiap orang memiliki keunikan, yang bisa kita ambil pelajaran darinya

Sumber : http://kampus.okezone.com/read/2013/11/25/367/902241/guruku-adalah-tukang-tambal-ban
separador

0 komentar:

Posting Komentar

Categories

Blog Archive

Followers